Jumat, 27 April 2012

Journey - Part 2 : Mom's Journey

 
Journey
Part 2 : Mom's Journey

"Selamat datang di Gereja Prontera anakku... Mulai sekarang kau adalah seorang acolyte..." ia tersenyum ramah.

"Ah, terima kasih Bapa…" balasku.

Aku berhasil ibu, ayah… Aku kini seorang acolyte, seperti ibu dulu…

"Ah!" aku teringat tadi Sang Pastur mengatakan bahwa ia menungguku, apa maksudnya? "Bapa, tadi kau bilang kau telah menungguku? Dan bagaimana Bapa tahu kalo Helga adalah-" kata-kataku terputus oleh suara seorang wanita.

"Kyaaa! Acolyte baru!"

Aku terlonjak dan menatap ke sumber suara. Seorang suster yang sangat manis berlari ke arahku dan memelukku.

"Manis sekali! Sudah lama aku tidak melihat seorang novice yang ingin menjadi acolyte!" serunya sambil mempererat pelukannya.

"A-a-a…" aku tak bisa berkata apa-apa. Pelukan suster ini begitu erat.

"Ren!" tegur Bapa Pastur.

"Ah! Maaf Bapa!" ia buru-buru melepaskan pelukannya lalu menatapku sambil menggaruk-garuk kepalanya, tertawa dan berkata, "Maaf ya…"

Serampangan sekali suster ini!

"Ren, ini adalah Lyn yang baru saja berhasil menyelesaikan quest menjadi acolyte. Tolong beri dia seragam acolyte," ujar Bapa Pastor sambil tersenyum bijak.

"Baik Bapa ~" Suster Ren menyahut sambil memberikan senyum manisnya.

Bapa Pastor kembali menatapku dan berkata, "Lyn, ikutlah dengan Ren. Dia akan memberimu seragam dan menunjukkan tempatmu beristirahat. Besok ia akan membantumu mempelajari dasar-dasar kemampuan acolyte."

Aku mengangguk. "Terima kasih Bapa".




Aku berjalan beriringan dengan Suster Ren keluar dari ruang Pastor setelah berpamitan. Kami berjalan melalui lorong-lorong yang ada di Gereja Prontera. Suster Ren menunjukkan banyak ruangan yang menarik padaku, seperti ruangan tempat acolyte berubah menjadi priest, ruang utama Pastor, dan… Aula pernikahan! Suster Ren meledekku dengan menanyakan kapan aku berencana menikah. Aku hanya bisa menggelengkan kepala dan berkata bahwa masih terlalu dini bagiku untuk hal itu. Ia tertawa saat mengatakan wajahku merah seperti kepiting.

Setelah itu kami terus berjalan melalui lorong panjang. Ia menanyakan bagaimana perjalananku menyelesaikan quest acolyteku. Aku menceritakan petualangan kecilku itu dengan riang padanya. Ia tersenyum mendengarkannya lalu mengeluh bahwa sekarang makin sedikit yang mendaftarkan diri menjadi acolyte karena malas berjalan sejauh itu.

"Nah sampai!" kami berhenti di sebuah pintu besar. Ia membuka pintu dan berkata, "Kamu bisa memakai kamar ini, Lyn"

Aku mengangguk dan mengikutinya memasuki kamarku. Kamar kecil yang nyaman, mengingatkanku pada kamarku di rumah. Hanya yang berbeda adalah jendela kecil dengan pemandangan Kastil Prontera.

"Nah ini seragam acolyte-mu," kata Suster Ren sambil menunjukkan seragam acolyte yang aku idam-idamkan.

"Terima kasih, Suster"

"Kyaaaaaaa! Kamu memang manis sekali Lyn!" seru Suster Ren saat aku selesai mengenakan seragamku.

Aku tertunduk malu. Suster Ren selalu melebih-lebihkan.

"Ah… Kau benar-benar mengingatkan aku pada seorang temanku," ujar Suster Ren tiba-tiba. Aku menatapnya kebingungan. Dia tersenyum.

"Melihatmu rasanya seperti kembali ke masa lalu saat dia baru datang kemari," ujarnya lagi sambil tertawa. "Sayangnya dia sudah tiada…"

Wajah Suster Ren berubah sedih. Aku jadi teringat. Aku ingin menanyakan soal ibuku pada Bapa Pastor tadi, sepertinya ia sangat mengetahui tentang ibuku. Apakah mungkin Suster Ren juga…

"Kudengar dia memiliki seorang putri…" Suster Ren kelihatannya larut dalam ingatannya.

"Suster… Apakah… Kau mengenal ibuku?" aku memberanikan diri bertanya. Ia menatapku kebingungan dalam diam.

"Lyn… Kamu… Mata itu… Apakah kamu…"

"Ibuku bernama Hilda… Ayahku bernama Nagi…" aku menatap Suster Ren, mengharapkan jawaban.

Mata Suster Ren membesar. Ia berjalan mendekatiku, menatapku lekat-lekat, menyentuh pipiku dan tiba-tiba setetes air mata jatuh dari matanya.

"Suster apa-"

"Kau putri Hilda dan Nagi!" Suster Ren memelukku erat. Ia menangis. "Akhirnya aku menemukanmu…"

Suster Ren dan aku duduk bersebelahan. Kami terdiam hingga Suster Ren ber-'ehem' dan tertawa, meminta maaf karena terbawa suasana. Aku mengangguk dan tersenyum padanya.

"Tidak apa Suster… Tapi soal Ibu…"

"Ah! Ibumu… Hahahaha! Baiklah akan kuceritakan padamu…"

Suster Ren pun mulai bercerita. Ia bertemu dengan ibu saat ia baru saja menjadi suster di Gereja Prontera. Saat itu, ibuku juga baru saja menjadi acolyte. Karena sama-sama baru, mereka sering bersama, berbagi pengalaman. Saat baru menjadi acolyte, ibu masih memilih tinggal di gereja sambil belajar mengenai acolyte dan ilmu penyembuhan sambil sesekali keluar ke Daratan Prontera untuk meningkatkan kemampuannya. Ibu dan Suster Ren menjadi teman yang tak terpisahkan sampai ibu memutuskan untuk pergi dari Gereja Prontera demi meningkatkan kemampuannya untuk menjadi Priest.

Sejak saat itu, ibu semakin jarang mengunjungi Gereja Prontera. Hanya sesekali ia muncul, dan yang sungguh mengejutkan bagi Suster Ren, kemampuan ibu meningkat dengan cepat. Dalam waktu beberapa hari, ia sudah meningkatkan banyak level.

"Ibumu selalu ceria dan tak terlihat kelelahan bila datang kemari. Ia selalu memberikan senyumannya dan sebuah oleh-oleh jika tiba disini. Dan asal kamu tahu, ibumu memiliki selera yang aneh! Dia membawa gigi zombie, cairan zombie yang membuat kami jijik! Dia bilang di tempat ia berburu hanya ada itu!" Suster Ren tertawa. Aku pun ikut tertawa. Ya memang begitulah ibuku, selalu apa adanya.

"Tapi, suatu hari ia pulang dengan wajah cemberut," lanjut Suster Ren sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Aku menatapnya, berharap ia melanjutkan.

"Hari itu, saat ia pertama kali bertemu dengan ayahmu…"

-TBC-

Don't forget to comments ! ;)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar